Certified Instructors-Indonesian Board of Hypnotherapy

Saturday, December 25, 2010

Permisi! Apa Misi mu?

Hobi saya yang suka memperhatikan bahasa tubuh seseorang dan mencoba membaca pikiran orang-orang tersebut sampai pada beberapa orang yang saat melakukan ‘pekerjaan’ nya sangat jarang tersenyum, postur tubuh tidak seperti orang yang semangat, dan tambah lagi informasi bahwa ia lebih sering terserang flu ketimbang yang lainnya.

Nah Lho...?? Kok sampai sakit Flu segala? Apa hubungannya?

Aaaah...mereka hubungannya baik-baik saja...tapi kadang-kadang memang kurang intim...(hehehe...kita lagi ngomongin apa seeeh?)

Sahabat, Flu sering menyerang orang dengan daya tahan tubuh yang lemah. Orang yang terlalu lelah, atau sering mengalami tekanan pikiran akan sangat mudah terjangkit virus ini. Orang yang berdaya tahan tubuh kuat, selalu ceria (seperti saya...hehehe...), berpikiran positif, lebih jarang terjangkit Flu.

Pekerjaan oh pekerjaan, dari Senin hingga Jum’at bahkan Sabtu atau Minggu. Ketika Jum’at datang, ramai-ramai status Facebook bertajuk TGIF –Thanks God It’s Friday- dan ketika Senin kembali datang, mereka menulis OSIMA hehehe..berbau-bau Jepang ya? Bukan! Tapi Oh S**t It’s Monday Again. Oh Man!...You know what? Ini yang membedakan PEKERJAAN dari MISI.

Banyak orang kurang bahagia dengan apa yang dikerjakannya. “Ini bukan aku!” atau beberapa orang yang lebih muda mengatakan, “Iiiih, gak gue banget deh...!” Anak gaul yang sering keluar masuk salon berkata, “Bete deh eike, Ciiyyyn.!” Sahabat-Sahabat saya yang meRASAkan ini bertanya dan meminta diberi TAHU apakah ada yang salah dengan dirinya atau paling tidak apa yang bisa mereka lakukan agar lebih bahagia dengan apa yang mereka lakukan sekarang.

Lalu apa bedanya PEKERJAAN dan MISI?

Tanyakan pada tukang batu yang membangun Masjidil Haram dan Katedral Saint Peter Basilica.

Tukang batu yang menjawab, “Aku menumpuk batu hingga menjadi dinding.” Ia sedang melakukan PEKERJAANnya.

Lain lagi jika ia menjawab, “Aku sedang membangun tempat suci umat berAgama dengan kemegahannya yang membuat pengikutnya semakin larut dalam kecintaannya pada Tuhan dan akan terus berdiri selama berabad-abad karena semua terinspirasi oleh Keagungan Tuhan.” Nah..tukang batu ini sedang melakukan MISI nya. Tukang batu ini berhasil memadukan Keyakinan, Nilai-nilai, Tindakan, dan Rasa yang berasal dari berbagai ketertarikan, kepentingan, minat, dan tujuan.

Mudah, kan membedakannya? Orang yang melakukan apa yang memang harus dilakukan hanya melakukan pekerjaannya sedangkan orang yang menjalankan misi nya akan sangat menikmati apa yang sedang dikerjakannya.

Tentu banyak dari Anda yang sudah pernah mendengar

“Do What You Love and Love What You Do.”

“Yah...Ndrie, dah bagus dapet kerjaan. Hareee geneee, cari kerjaan yang kita sukai...Susah Man! Bisa-bisa gue gak makan.” Ada diantara Anda, pembaca, yang mengatakan ini. HATI-HATI!...saya dapat mendengar suara hati Anda dari sini...(gunakan echo secukupnya agar kalimat saya terdengar dramatis...hehehe...).

Sederhana, Sahabat. Anda tetap dapat mencari MISI Anda dengan apapun pekerjaan Anda saat ini, yaitu dengan mengubah Kalimat-Kalimat berdaya rendah yang sering berseliweran di kepala Anda menjadi pernyataan Misi untuk Anda sendiri. Ingat! Kalimat ini untuk kepentingan Anda sendiri dan bukan orang lain.

Contoh tukang batu diatas dapat dijadikan teladan dalam mengubah kalimat berdaya rendah menjadi kalimat yang memberdayakan.

“Aku menumpuk batu hingga menjadi dinding.” Menjadi,

“Aku sedang membangun tempat suci umat berAgama dengan kemegahannya yang membuat pengikutnya semakin larut dalam kecintaannya pada Tuhan dan akan terus berdiri selama berabad-abad karena semua terinspirasi oleh Keagungan Tuhan.”

Untuk seorang Trainer seperti saya, kalimat berdaya rendah seperti;

“Saya membawakan materi pelatihan bagi para peserta pelatihan saya.” Menjadi,

“Saya melatih dan menyediakan inspirasi bagi banyak orang untuk membuat mereka mencapai impian-impian mereka dan kesuksesan mereka menjadi bukti bahwa saya telah berhasil menjalankan MISI saya dengan VISI kesuksesan untuk setiap orang atas dasar cinta dan kasih pada sesama.”

Untuk seorang kasir yang kurang senyum yang saya temui tadi siang di sebuah Supermarket yang tidak perlu saya sebutkan namanya yang berasal dari Perancis (hehehe...mudah-mudahan masih samar informasinya.)

“Saya melakukan transaksi dengan pelanggan.” Menjadi,

“Saya menukar nilai uang pelanggan dengan barang yang bernilai lebih tinggi dari nilai uang yang dibayarkan dan menyediakan kebahagiaan bagi kepuasan pelanggan yang menggunakan barang-barang dari toko kami.”

Sahabat, dengan mengubah kalimat-kalimat berdaya rendah menjadi berdaya tinggi, kita akan benar-benar melihat VISI kita karena mengetahui MISI kita.

“This is my December”, Katanya. Momentum yang kita butuhkan sedang terjadi. Tanggal 7 Desember lalu adalah Tahun Baru bagi Umat Muslim, tanggal 25 ini adalah Hari Natal yang artinya “Terlahir” dan setelah ujung Desmber ini adalah pergantian tahun yang menyimbolkan dimulainya semua ukuran untuk mencapat target-target yang ditentukan.

OTAK KITA BUTUH MOMENTUM

dan menutup tulisan ini saya berkata,

PERMISI! APA MISIMU?

Oleh-Oleh dari Bali (setiap perilaku memiliki tujuan positif)

“Bagi saya berpikir positif itu tidak wajib. Tapi setelah Anda tahu manfaatnya, Anda akan terus membutuhkannya. Bukan untuk menyenangkan orang lain namun untuk kesenangan diri sendiri.(Andrie Setiawan-ASLI KDDH-)”


Kedamaian hapuskan keraguan,
Ketenangan hilangkan kegelisahan,
Cinta luruhkan benci...
Mataharimu juga matahariku...
Lautmu juga milikku...


Bali...Hmmm...walaupun ini bukan pertama kalinya mengunjungi Bali, pulau ini terasa selalu menyenangkan. Mungkin karena Lautnya, mungkin juga karena budaya dari orang-orang sekitar, mungkin juga memang anugrah Tuhan yang menjadikan pulau ini untuk, khususnya saya, menjadi pelajaran hidup. Walaupun saya tahu bahwa pelajaran hidup itu bisa didapat dimana saja, kapan saja, dari siapa saja, dan dengan acara apapun.

Saya memilih Bali karena tentunya bisa menjadi oleh-oleh bagi Anda, para sahabat pembaca. Itung-itung saya tidak perlu membeli kacang Bali dan membagikannya satu-persatu pada Anda. hehehe...itung-itungannya keluar deh. Tapi saya yakin, tulisan ini lebih nikmat dan lebih gurih dari kacang Bali.

Kembali bicara tentang Bali maka tidak lepas berbicara tentang pantai dan lautnya padahal Bali tidak hanya tentang itu saja. Anda tahu bahwa Laut memiliki keuatan penyeimbang di alam ini? Anda tahu bahwa keseimbangan iklim panas bumi juga menjadi fungsi laut? Dan sudahkah Anda mengerti bahwa racun-racun yang di bawa menuju laut dan menjadi netral sesampainya di sana? Tak heran ini adalah hhal yang membuat saya betah berlama-lama duduk dipantainya walaupun tanpa teman dan diwaktu-waktu apapun bahkan saat malam larut dan hari siap berganti menyambut matahari pagi.


Pikiran kita pun memiliki mekanisme yang sama dengan alam ini. Itu kalau saya gak salah yaaa...hehehehe...Para ahli menyebut bahwa otak kita adalah alam semesta dalam ukuran mini. Semua mekanisme alam semesta juga terjadi dalam otak dan pikiran kita.Jika sebagian pikiran kita kotor alias negatif, kita dapat menetralkannya dengan bagian lain dari pikiran kita. Wow... Hebat, kan?

Suatu malam, saya dan beberapa sahabat berada dalam perbincangan seru di sela makan malam kedua kami, angin laut membuat perut lebih cepat lapar. Hampir jam 12 malam di restoran cepat saji sekitar pantai Kuta. Pembicaraan tentang pengalaman kami masing-masing pada siang harinya. Anda bisa bayangkan tentunya, lima orang dengan pengalaman berbeda sangat bersemangat membagi pada lainnya. Sambil menikmati setiap gigitan burger keju ganda, saya mendengarkan dan ikut merasakan keseruannya sambil membayangkan apa yang sebenarnya terjadi saat cerita itu dialami (yaaah...ketahuan deh nama restorannya...*gakbermaksudiklandotcom*).

Sampai kemudian pada satu cerita salah satu diantara kami tentang seorang temannya yang perilakunya ia nilai ‘Ajaib’ berbeda dari lainnya bin ‘aneh’. Temannya yang kerap kali berbicara dengan potongan-potongan bahasa Inggris (mungkin karena sedang berada di Bali..hehehe...) diimbangi dengan bahasa tubuh yang berlebih melebihi artis remaja yang namanya sedang naik daun saat ini, katanya.

Satu cerita lucu tentang orang yang sedang dibicarakan oleh sahabat saya ini, suatu malam di sekitar Legian, sebut saja orang yang sedang kita bahas ini bernama Putri. Dua orang teman Putri sedang menikmati es krim masing-masing di tangannya dan berkata lah Putri, “Can I try it?” (silakan baca kalimat ini dengan aksen yang agak di lebih-lebihkan alias lebay yang bahkan penutur asli tidak menggunakan aksen ini...hehehe...biar anda tambah menjiwai). Putri mencicip es krim dari tangan Sari dan berkata, “oooh standa...ard!” dengan kedua pundak diangkat dan kepala agak miring ke kanan wajah menunjukkan bahwa rasa es krim itu biasa saja sambil ia melirik kearah es krim Iwan dan kembali berkata, “Can I try it?” Tak kuasa Iwan pun menyodorkan es krimnya. Putri memberi penilaian, “Yours is bette..eer.” Sontak membuat Sari menjawab agak berteriak, “Heh...Putri! es Krim kita tuh sama..gimana bisa rasanya beda?!?!” Mendengar cerita ini kami pun tertawa.

Bagi beberapa orang termasuk sahabat saya yang bercerita, perilaku Putri sangat mengganggu pikirannya walau kejadian demi kejadian telah berlalu cukup lama tetapi perasaan kesal dan sebalnya ia rasakan kembali.

Bagi sebagian besar kita, dengan cepat merespon cerita dan kejadian serta menyimpulkannya sebagai hal yang negatif. Tahukah kita bahwa hal ini tanpa kita sadari akan men-sabotase pikiran kita dan ikut menjadi negatif. Ujung-ujung nya malah membuat kepala kita pusing padahal orang yang dimaksud saja tidak merasakan apa-apa alias biasa saja.

Aneh, kan? Seharusnya ini bukan masalah tapi malah terasa masalah. Bukankah masalah bergantung bagai mana kita meresponnya. Masalah adalah bukan masalah sebelum masalah tersebut diberi nama MASALAH.

Lalu caranya seperti apa? Sahabat, sadarilah bahwa bersamaan dengan setiap perilaku ada tujuan positif. Paling tidak bagi dirinya sendiri. Seorang perokok pun memiliki tujuan positif mengapa ia membutuhkan rokok padahal ia tahu rokok tidak baik untuk kesehatan. Kebanyakan dari mereka adalah untuk mengembalikan ketenangan dan konsentrasi. Positif, kan? Memang caranya mungkin harus dicari yang lebih baik. Peminum pun demikian, meminum minuman beralkohol sampai mabuk dengan maksud melupakan masalahnya. Tujuan yang positif juga, kan? Lagi-lagi, caranya yang mungkin harus dicari yang lebih bermanfaat. Silakan Anda cari perilaku lainnya yang Anda pikir negatif dan setelah mengetahui ini tentu Anda menyadari bahwa tujuannya ia melakukan ini adalah positif.

Sahabat, dengan cara berpikir kita seperti ini, tentu kita terhindar dari beban pikiran yang tidak perlu sehingga kita dapat tetap bahagia tanpa terganggu perilaku orang lain. Hidup penuh toleransi. Menyenangkan , bukan?

Tulisan saya tutup dengan perbincangan saya dengan seorang sahabat yang sudah lama tinggal di Bali saat melintasi toko oleh-oleh. Di depan toko terpajang patung besar alat kelamin pria, “Orang sini cuek-cuek ya Zul?” ia pun menjawab, “Ndrie, orang sini bukannya cuek, tapi mereka berpikir positif.”

Well, itcu dhiya jhawhabhanniya...(dengan gaya bicara Cinta Laura...hehehe..)Positif Thinking, Right?