Dalam banyak pertanyaan yang kita lontarkan ataupun
yang terlontar untuk kita, seringkali jawabannya mengaitkan kata
"kebetulan".
"Kebetulan
anak saya dua, Pak."
"Kebetulan
saya ingin memiliki rumah dan mobil, Pak."
"Kebetulan
saya seorang karyawan, Pak."
Saat memberikan pelatihan pada para leader agen asuransi seorang leader memulai
pertanyaan dengan mengatakan, “Pak
Andrie, kebetulan saya seorang leader dan kebetulan ini adalah agen saya (sambil
menunjuk orang yang ada disebelahnya)...” Sambil berseloroh saya mengatakan, “Waduh, Anda menjadi leader tidak niat ya,
bu?” Dan tentu Anda paham bahwa seorang leader tidak boleh sembarangan
merekrut agen. Dengan mengatakan kebetulan, terdengar ia tidak memiliki visi
untuk agennya.
Entah bagaimana kata "kebetulan" tercipta,
tapi jelas kata ini (sesuai pengamatan saya) hanya digunakan oleh orang-orang
yang tidak optimis walaupun mungkin mereka bukan orang-orang yang pesimis. Jika
mereka ditanya tentang tujuan hidup, senangnya mereka menjawab "Hidup saya
mengalir bagaikan air."
Jika Anda percaya bahwa Tuhan ada, dan Dia selalu ada
setiap detik dalam hidup kita maka tidak ada lagi kejadian-kejadian yang
kebetulan. Saya selalu ingat pelajaran dari guru saya bahwa Tuhan menciptakan
kita disertai dengan dua hal; Takdir dan Nasib. Lagi-lagi hal ini yang saya
munculkan dalam tulisan saya. Makanya, saya tidak membahas keduanya lagi disini
dan membiarkan Anda pembaca yang budiman mencarinya dalam tulisan-tulisan saya
sebelumnya.
Saya tidak sepakat dengan ungkapan “hidup yang mengalir seperti air”. Air
mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Menempati ruang yang
kosong terbentuk seperti wadahnya. Bercampur dengan benda lainnya yang bersih
maupun yang kotor. Dan itu artinya kita tidak memiliki pilihan dalam hidup ini.
Hanya (terpaksa) mengalir mengikuti keadaan (bukan nasib).
Hidup ini selalu ada pilihan untuk orang-orang
optimis. Hidup ini memiliki banyak pilihan unuk diambil. Kita, manusia, bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan kita dapat memilih salah
satunya, tentu dengan konsekuensi masing-masing dari pilihan yang diambil.
Ditempat kerja, kita dapat memilih menjadi bahagia
atau dikendalikan pekerjaan kita, dalam keluarga kita dapat memilih menjadi
anggota keluarga yang membahagiakan lainnya daripada menyusahkannya, dalam
perjalanan kita dapat memilih santai dan menikmati perjalanan ketimbang
ugal-ugalan, dalam masalah kita dapat memilih bersabar dibanding amarah
berkobar, dan pilihan demi pilihan telah tersedia bagi orang-orang yang optimis
lebih dari orang yang pesimis yang menjadi korban keadaan.
"Saya tidak mau menjadi korban keadaan, bagaimana
cara keluar dari situasi ini?"
Caranya sederhana... Hanya perlu mengubah pikiran
kita.
"Lalu bagaimana cara mengubah pikiran kita?"
Nah, yang ini sulit caranya...hehehe... Tapi tenang,
saya, insyaAllah, tidak akan meninggalkan Anda tanpa solusi, paling tidak saya
bisa menitipkan inspirasi untuk berubah.
Masih ingat ini? PIKIRAN > PERKATAAN > PERBUATAN
> KEBIASAAN > KARAKTER > NASIB. Pikiran akan menyebabkan perkataan.
Perkataan yang berulang-ulang akan menjadi perbuatan. Perbuatan yang
berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan terus menerus
akan menjadi karakter. Karakter akan menyebabkan nasib kita sendiri. Nasib baik
dimulai dari pikiran yang baik dan sebaliknya, pikiran buruk menyebabkan nasib
buruk.
Kembali lagi ke pembahasan mengubah pikiran. Bagaimana
mengubah pikiran? Ingat, walaupun ini sulit bukan berarti tidak mungkin.
Pikiran dapat berubah jika kita mengubah penggunaan kata-kata kita secara terus
menerus dan konsisten. Perhatikan ini...
Daripada berkata
"Kebetulan anak saya dua, Pak."
Lebih baik berkata,
"Alhamdulillah anak saya sudah dua, Pak."
Menghilangkan kata kebetulan mengajak diri sendiri
bertanggungjawab atas konsekuensi yang sudah dipilih. Mengucap syukur akan
memberitahu pikiran kita bahwa pilihan yang telah kita buat adalah tepat.
Daripada berkata,
"Kebetulan saya ingin memiliki rumah dan mobil,
Pak."
Lebih baik mengatakan,
"Alhamdulillah, saya sudah memiliki kebutuhan
akan rumah dan mobil."
Kalimat diatas merupakan pilihan daripada tergantung
pada keadaan.
Daripada mengatakan,
"Kebetulan saya seorang karyawan, Pak."
Lebih baik mengatakan,
"Alhamdulillah saya seorang karyawan, Pak."
Saat kita menghilangkan kata "kebetulan" dan
menggantinya dengan kata-kata penuh rasa syukur, maka perasaanpun akan berubah.
Jika Anda tidak percaya, mengapa Anda tidak mencobanya agar Anda tahu
"rasa"nya.
Semua yang terjadi adalah bukan kebetulan, karena
mereka adalah kehendak Tuhan.
“(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan
yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali
apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (At-Takwiir: 28-29).
Dan itu adalah setelah
apa yang Anda usahakan.
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(QS: Ar-Ra'd Ayat: 11)
(QS: Ar-Ra'd Ayat: 11)