Certified Instructors-Indonesian Board of Hypnotherapy

Sunday, May 4, 2014

"MANUSIA KEBETULAN"

Dalam banyak pertanyaan yang kita lontarkan ataupun yang terlontar untuk kita, seringkali jawabannya mengaitkan kata "kebetulan".

"Kebetulan anak saya dua, Pak."

"Kebetulan saya ingin memiliki rumah dan mobil, Pak."

"Kebetulan saya seorang karyawan, Pak."

Saat memberikan pelatihan pada para leader agen asuransi seorang leader memulai pertanyaan dengan mengatakan, “Pak Andrie, kebetulan saya seorang leader dan kebetulan ini adalah agen saya (sambil menunjuk orang yang ada disebelahnya)...” Sambil berseloroh saya mengatakan, “Waduh, Anda menjadi leader tidak niat ya, bu?” Dan tentu Anda paham bahwa seorang leader tidak boleh sembarangan merekrut agen. Dengan mengatakan kebetulan, terdengar ia tidak memiliki visi untuk agennya.

Entah bagaimana kata "kebetulan" tercipta, tapi jelas kata ini (sesuai pengamatan saya) hanya digunakan oleh orang-orang yang tidak optimis walaupun mungkin mereka bukan orang-orang yang pesimis. Jika mereka ditanya tentang tujuan hidup, senangnya mereka menjawab "Hidup saya mengalir bagaikan air."

Jika Anda percaya bahwa Tuhan ada, dan Dia selalu ada setiap detik dalam hidup kita maka tidak ada lagi kejadian-kejadian yang kebetulan. Saya selalu ingat pelajaran dari guru saya bahwa Tuhan menciptakan kita disertai dengan dua hal; Takdir dan Nasib. Lagi-lagi hal ini yang saya munculkan dalam tulisan saya. Makanya, saya tidak membahas keduanya lagi disini dan membiarkan Anda pembaca yang budiman mencarinya dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya.

Saya tidak sepakat dengan ungkapan “hidup yang mengalir seperti air”. Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Menempati ruang yang kosong terbentuk seperti wadahnya. Bercampur dengan benda lainnya yang bersih maupun yang kotor. Dan itu artinya kita tidak memiliki pilihan dalam hidup ini. Hanya (terpaksa) mengalir mengikuti keadaan (bukan nasib).

Hidup ini selalu ada pilihan untuk orang-orang optimis. Hidup ini memiliki banyak pilihan unuk diambil. Kita, manusia, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan kita dapat memilih salah satunya, tentu dengan konsekuensi masing-masing dari pilihan yang diambil.

Ditempat kerja, kita dapat memilih menjadi bahagia atau dikendalikan pekerjaan kita, dalam keluarga kita dapat memilih menjadi anggota keluarga yang membahagiakan lainnya daripada menyusahkannya, dalam perjalanan kita dapat memilih santai dan menikmati perjalanan ketimbang ugal-ugalan, dalam masalah kita dapat memilih bersabar dibanding amarah berkobar, dan pilihan demi pilihan telah tersedia bagi orang-orang yang optimis lebih dari orang yang pesimis yang menjadi korban keadaan.

"Saya tidak mau menjadi korban keadaan, bagaimana cara keluar dari situasi ini?"

Caranya sederhana... Hanya perlu mengubah pikiran kita.

"Lalu bagaimana cara mengubah pikiran kita?"

Nah, yang ini sulit caranya...hehehe... Tapi tenang, saya, insyaAllah, tidak akan meninggalkan Anda tanpa solusi, paling tidak saya bisa menitipkan inspirasi untuk berubah.

Masih ingat ini? PIKIRAN > PERKATAAN > PERBUATAN > KEBIASAAN > KARAKTER > NASIB. Pikiran akan menyebabkan perkataan. Perkataan yang berulang-ulang akan menjadi perbuatan. Perbuatan yang berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan terus menerus akan menjadi karakter. Karakter akan menyebabkan nasib kita sendiri. Nasib baik dimulai dari pikiran yang baik dan sebaliknya, pikiran buruk menyebabkan nasib buruk.

Kembali lagi ke pembahasan mengubah pikiran. Bagaimana mengubah pikiran? Ingat, walaupun ini sulit bukan berarti tidak mungkin. Pikiran dapat berubah jika kita mengubah penggunaan kata-kata kita secara terus menerus dan konsisten. Perhatikan ini...

Daripada berkata

"Kebetulan anak saya dua, Pak."

Lebih baik berkata,

"Alhamdulillah anak saya sudah dua, Pak."

Menghilangkan kata kebetulan mengajak diri sendiri bertanggungjawab atas konsekuensi yang sudah dipilih. Mengucap syukur akan memberitahu pikiran kita bahwa pilihan yang telah kita buat adalah tepat.

Daripada berkata,

"Kebetulan saya ingin memiliki rumah dan mobil, Pak."

Lebih baik mengatakan,

"Alhamdulillah, saya sudah memiliki kebutuhan akan rumah dan mobil."

Kalimat diatas merupakan pilihan daripada tergantung pada keadaan.
Daripada mengatakan,

"Kebetulan saya seorang karyawan, Pak."

Lebih baik mengatakan,

"Alhamdulillah saya seorang karyawan, Pak."

Saat kita menghilangkan kata "kebetulan" dan menggantinya dengan kata-kata penuh rasa syukur, maka perasaanpun akan berubah. Jika Anda tidak percaya, mengapa Anda tidak mencobanya agar Anda tahu "rasa"nya.

Semua yang terjadi adalah bukan kebetulan, karena mereka adalah kehendak Tuhan.

“(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (At-Takwiir: 28-29).

Dan itu adalah setelah apa yang Anda usahakan.

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(QS: Ar-Ra'd Ayat: 11)