Certified Instructors-Indonesian Board of Hypnotherapy

Sunday, December 8, 2013

INVESTASI BUKAN (hanya) MATEMATIS, TETAPI (juga) PSIKOLOGIS

Dahulu, saya menganggap bahwa investasi adalah urusan bank dan juga lembaga keuangan lainnya yang saya tidak tahu apa itu. Investasi benar-benar alien bagi saya. Lalu saya mulai belajar tentang apa itu investasi. Diawal masa belajar, saya (seperti kebanyakan orang lainnya) menganggap bahwa investasi adalah benda matematis dimana semua isinya adalah perhitungan matematika. Seperti; berapa dana (modal) yang akan dinvestasikan, berapa tingkat pengembalian atau bunga yang diperoleh, jika dikalikan keduanya maka berapa yang akan saya dapatkan dalam beberapa tahun kedepan. Namun ternyata saya salah. Investasi bukanlah benda matematis, tetapi perihal psikologis.

Yang paling mudah untuk dilihat, beberapa diantaranya, adalah melonjaknya harga emas ditahun 2008 dan 2009 an, dimana orang tidak percaya kekuatan dolar Amerika dan mereka menukarkan dolar dengan emas sehingga permintaan akan emas meingkat tajam yang mengakibatkan harga emas melambung.

Kedua, adalah yang baru-baru saja terjadi, yaitu melonjaknya harga dolar Amerika. Persediaan dolar Amerika di Indonesia menipis karena isu tapering off Quantitative Easing. Quantitative Easing adalah kebijakan bank sentral suatu negara untuk “membanjiri” masyarakat dengan cash sehingga pasar akan bergairah karena mudah mendapatkan kredit karena kemampuan membayar yang tinggi dan tentunya akan menggerakkan roda perekonomian negara tersebut. Namun akhir-akhir ini pemerintah Amerika berencana mengontrol kembali jumlah uang tunai yang beredar. Hal ini ditanggapi oleh investor dengan menukarkan rupiahnya dengan dolar Amerika agar ketika kebijakan ini jadi dijalankan, mereka tidak kekurangan dolar. Perlahan lalu pasti, dolar menghilang dipasaran dan membuat Rupiah tertekan dan nilainya jatuh. Mengapa Rupiah jatuh dan bertekuk lutut dihadapan Dolar Amerika? Psikologis! Mereka lebih percaya dolar ketimbang Rupiah. Percaya atau tidaknya seseorang adalah bukan matematis melainkan psikologis. Ditambah lagi, orang-orang yang tidak mencintai negaranya sendiri, Indonesia Raya, ikut-ikutan memborong Dolar Amerika yang malah membuat nilai Rupiah makin menyusut.

Satu lagi, harga-harga saham yang sangat bergantung pada harapan atau ekspektasi investor. Saat investor percaya bahwa sebuah saham harganya akan naik dan kemudian orang-orang ikut memercayai hal tersebut, maka permintaan akan saham tersebut meningkat dan dengan demikian meningkatkan harga saham tersebut. Sebaliknya, orang-orang akan menjual sahamnya saat mereka tidak memercayai bahwa perusahaan tersebut tidak akan memberikan keuntungan yang baik ditahun yang sama, maka setiap orang menjual saham perusahaan tersebut yang membuat persediaan saham perusahaan tersebut  berlimpah dipasar kemudian menuruhkan harga saham tersebut. Nyatanya, di tahun 2008 beberapa perusahaan dipercaya tidak akan memberikan keuntungan yang baik hingga sahamnya jatuh, namun tetap saja perusahaan tersebut dapat menciptakan untung besar diakhir tahun.

Melonjaknya harga emas, dolar, dan saham, sangat dipengaruhi oleh keputusan psikologis bukan matematis.


Hal serupa juga terjadi saat kita memutuskan apakah memulai investasi atau menundanya. Jika semua orang berpikir matematis, maka tidak akan ada orang yang menunda investasi. Mari kita lihat contoh dibawah ini;


Ali memutuskan untuk berinvestasi lebih awal untuk persiapan masa pensiunnya sedangkan Amir menundanya hingga beberapa tahun lagi. Ali, yang memulai lebih awal, hanya mengeluarkan dana Rp. 72 juta dan mendapatkan dana yang jauh lebih besar dari pada Amir yang mengeluarkan uang lebih besar, yaitu Rp 168 juta. Jelas bahwa Investasi Bukan (hanya) Matematis, Tetapi (juga) Psikologis.

Tool diatas dapat di download dalam format Ms Excel disini.