Pagi-pagi sebelum berangkat ke kantor,
saya biasa melongok televisi untuk menikmati berita segar yang sarat informasi.
Dalam jeda acara berita tersebut, terselip
informasi tentang acara yang akan segera tayang selama bulan Ramadhan. Itu bisa
saya ketahui karena nama acara tersebut adalah Kampung Sahur.
Nama acara tersebut memang Kampung Sahur
(bernuansa Ramadhan), boleh jadi cara berpakaian mereka pun sesuai dengan
temanya, namun dari iklan itu terlihat jelas bahwa perilaku para pengisi
acaranya tidak mencerminkan nilai-nilai Ramadhan.
Dalam tayangan iklan tersebut yang mungkin
berdurasi sekitar 60 detik terlihat seorang wanita yang bergigi (maaf) tonggos
menjadi bahan olok-olok Komeng dkk. Didramatisir dengan suara latar orang-orang
yang tertawa seolah-olah acara tersebut lucu.
Anda tentu tahu apa olok-olok itu dan
bagaimana rasanya jika Anda yang mendapatkannya. Memang dalam acara tersebut
mungkin “si korban” olok-olok senang karena ia tentu mendapatkan honor atas
olok-olok tersebut tapi pasti Anda juga tahu bagaimana efeknya ini pada
bulan Ramadhan dan pada masyarakat pada umumnya.
Islam adalah agama yang santun, Ramadhan
adalah bulan latihan agar menjadi manusia yang ramah, pengasih, dan penyayang,
bertoleransi pada sesama, serta banyak nilai-nilai kemanusiaan yang
lainnya. Dan bagian tayangan ini bisa saya katakan MERUSAK nilai-nilai tersebut
karena tidak mustahil orang-orang yang menontonnya akan meniru dan melakukan
hal MERUSAK yang dipertontonkan pada orang lain. “Si korban” Komeng cs mengkin
dapat menerima olok-olok tersebut karena ia mendapatkan uang sebagai
kompensasinya, lalu bagaimana dengan, misalnya, anak-anak Anda yang menerima
olok-olok dari temannya yang meniru acara tersebut ATAU Anda sendiri yang
menerimanya? Bagaimana Rasanya?
Sebagai orang yang belajar sedikit tentang
ilmu komunikasi, TV bisa sangat berbahaya karena kekuatan yang bisa menghipnotis
pemirsanya untuk melakukan seperti yang dipertontonkan. Televisi yang mengakses
beberapa indera sekaligus merupakan kekuatannya. Visual yang menuntun
pemirsanya pada imajinasi yang terarah, audio yang akan tertanam dalam pikiran,
aspek dramatisasi yang menambahkan sugesti pada indera rasa, serta suara tawa
yang seolah melegalkan perilaku-perilaku yang terjadi.
RCTI seharusnya belajar lebih banyak sebagai televisi
swasta yang yang paling tua di Indonesia. Semoga keberkahan selalu pada
RCTI tapi tentu tidak dengan acara-acara yang bisa merusak BANGSA INDONESIA
dengan olok-olok itu.
Kami sekeluarga, Saya-Istri-dan Dua Anak
saya, memastikan untuk tidak menonton acara ini. Bagaimana dengan Anda?