Apa beda terapi dengan motivasi?
Apa beda terapis dengan coach? Apa beda pelatihan dengan pencerahan?
Seringkali beberapa orang masih
saling menukar definisi dari hal-hal diatas. Memang terkadang definisi tidak
terlalu penting, yang terpenting adalah hasil sesuai dengan harapan. Orang yang
merasa sakit akan datang ke seorang terapis untuk menjalani proses terapi.
Orang yang butuh semangat mendengar cerita-cerita sukses dapat mendatangi sesi
motivasi untuk mendapat pencerahan, yang
sering kali setelah keluar ruangan kelas, motivasi kita turun kembali, itu
artinya yang hebat bukan ceritanya tapi orangnya...ehehe.... Dan untuk
menemukan potensi diri, Anda membutuhkan
seorang coach.
Anda tentu tahu bahwa, pernah ada
penelitian, 75% dari penyakit fisik disebabkan oleh psikis. Sama seperti fisik
yang membutuhkan makanan sehat walaupun tidak jarang kita terpapar makanan
sampah (junk food), Psikis kita
membutuhkan “makanan positif” walaupun sering juga terlintas “makanan negatif”
dalam pikiran kita. “Makanan positif” akan menghasilkan perkataan yang positif
yang menjadi perbuatan positif, berkembang menjadi kebiasaan positif, berlanjut
menjadi karakter positif, akhirnya nasib positif akan terus mengikuti hidup
Anda. Sebaliknya “makanan negatif” akan menyebabkan nasib negatif.
Layaknya makanan, Anda akan
memproses mengambil saripatinya dan mengubahnya menjadi energi, sisanya? Anda
buang, karena tidak lagi dibutuhkan. Makanan negatif? Apakah Anda
memerlukannya? Saya rasa tidak. Makanan negatif ini jika menumpuk, habislah
energi positif Anda. Namun Anda juga tidak perlu membuangnya secara sembarangan
karena salah-salah akan mengotori pikiran orang lain.
Saya tahu seseorang yang untuk
menghindari perasaan negatifnya ia akan menyalahkan orang lain. Menghindar dari
salah membuat pikirannya lebih baik namun membuangperasaan negatif dengan
menyalahkan orang lain malah akan membuat lingkungan tempat tinggal fisik dan
psikisnya tercemar. Lalu bagaimana membuang pikiran negatif ini?
Sebenarnya, proses membuangnya
hanya dengan menetralkan perasaan negatifnya saja. Masalah masa lalu masih bisa
membuat kita sedih padahal sudah terjadi tahunan, belasan tahun, bahkan puluhan
tahun lalu. Itu karena emosi negatifnya masih melekat dalam pikiran kita.
Menulis dapat menetralkan emosi Negatif
1. Cari
dan ingatlah masalah yang jika Anda mengingatnya perasaan sedih kembali
merasuki pikiran dan perasaan Anda.
2. Sambil
membayangkan, tulislah perasaan Anda diatas selembar kertas. Boleh huruf besar
semua, boleh kecil semua, boleh campur-campur, boleh diukir-ukir, boleh
diapakan saja terserah Anda karena itu adalah tulisan Anda dan itu adalah emosi
Anda. Anda bebas mengendalikannya.
3. Jika
sudah, tulislah tulisan-tulisan itu dalam ukuran yang lebih besar dan kertas
Anda masih dapat menampung emosi-emosi itu.
4. Lalu,
tulis lagi yang lebih besar dan saat ini mungkin hanya beberapa emosi saja yang
dapat Anda tulis lengkap, sebagian mungkin terpotong.
5. Tulis
lagi dengan ukuran lebih besar bahkan kertas Anda tidak cukup untuk menampung
satu huruf saja.
6. Sekarang,
bagaimana perasaan Anda?
7. Bosan
dengan perasaan itu dan Anda memilih untuk menetralkannya? Benar? Hal itu
terjadi baik Anda sadari ataupun tidak. Tidak mengapa, yang terpenting adalah
kita bebas dari emosi negatif.
Terapi tulisan
lainnya dapat dituangkan dalam bentuk buku harian atau bahkan tulisan di blog.
Yang harus Anda perhatikan, jika tulisan Anda bisa dibaca oleh orang lain, maka
haruslah tulisan itu beremosi positif.
Jika tulisan Anda meremosi negatif,itu sama dengan Anda membuang SAMPAH
sembarangan. Dan itu Jorok Orang-orang jorok di media sosial sering membuang
sampah pikirannya secara sembarangan. Hindari orang ini.