Certified Instructors-Indonesian Board of Hypnotherapy

Thursday, June 17, 2010

Penonton “Pasti” Lebih Hebat.

“Waduuuh...gitu aja gak bisa!” Teriak seseorang diluar sana. Sementara lainnya menyahut, “Guoblok!!, kan gak usah di oper lagi, tembak aja langsung.” Kurang puas satu orang lagi menambahkan, “Dasar, gitu aja gak gol!”

Hehe...tentu sahabat bisa menerka situasi seperti apa yang sedang terjadi diatas? Ya’ tepat sekali, pemandangan yang bisa dilihat selama sebulan ini. Perhelatan olah raga sepak bola terbesar di dunia digelar empat tahun-an yang berlangsung di Afrika Selatan. Banyak mata tertuju padanya sehingga, tahun 2006 saat pertandingan final di Jerman diperkirakan 715 juta lebih pasang mata melihatnya. Bagai hipnosis, setiap orang sangat TERASOSIASI dalam setiap pertandingan, serasa begitu dekat begitu nyata...hehe..seperti slogan operator telekomunikasi ya...

Oops! Terasosiasi? Bukannya malah Ter-disosiasi? Hmmm...betul juga. Apa pasal? Ya jika Anda mencermati kejadian diatas, mereka begitu ‘enteng’nya berkomentar tanpa mempertimbangkan hal-hal yang ada pada saat itu di lapangan atau pada diri si pemain sendiri. Pokoknya penontonnya lebih hebat deh...Sampai-sampai saya berkelakar pada diri sendiri, “Waaah dahsyat...ternyata aku selama ini bertetangga dengan juara-juara piala dunia...hahaha...”

Tentu Sahabat masih ingat yang dimaksud dengan terasosiasi dan disosiasi. Ketika Anda dapat dengan jelas merasakan, mendengar, serta melihat kejadian yang telah terjadi, yang sedang berlangsung, atau yang masih dalam bayangan Anda atau bahkan kejadian yang terjadi pada orang lain, itu disebut terasosiasi. Pernah melihat seseorang yang menangis ketika menonton film? Nah kondisi terasosiasi ya seperti itu. Seolah yang tengah ditonton terjadi ada dirinya. Sedangkan Anda disampingnya sambil ‘nyengir-nyengir’ merasa aneh berkata, “Walah...begitu aja kok nangis sih! Mereka nangis dibayar...lha kamu?” hehe...orang tersebut tentu akan berkata, paling tidak dalam hati, “Bebas dong, mata punya gue...kan sedih tauk!!”. Teman Anda terasosiasi sedang Anda disosiasi, Anda merasa berada diluar kejadian itu sehingga pikiran Anda tidak dipengaruhi apa yang sedang ditonton. Ingat...Hal ini bukan berarti Anda tidak menonton. Anda melakukan hal yang sama, menonton tontonan yang sama tetapi Anda memilih berada di ‘luar’ yang dirasakan teman Anda.

Bicara tentang asosiatif dan disosiatif, saya menjawab pesan dalam Dinding Facebook saya. Pesan dari seorang sahabat yang ingin menjadi lebih percaya diri. Mungkin karena ia melihat saya berdiri di depan kelas menyampaikan materi dan ia pikir saya percaya diri. Hmmm...itu salah, yang benar adalah saya sudah terlampau percaya diri bahkan bisa disebut kurang waras..hahaha...

Pesannya berbunyi demikian, “Pagi Pak Andrie, thanks sudah di confirm...kapan-kapan pengen ngobrol nih supaya ketularan PD nya.”

Saya menjawab, “PD (Percaya Diri) adalah perkara kita mempercayai diri sendiri atau tidak. Jika tidak,lalu siapa lagi yg lebih dipercaya?Atau ganti saja PD dgn POL (Percaya Orang Lain) atau PAS (Percaya Andrie Saja)...hehehehe...

Menggunakan cara orang-orang menonton sepak bola dapat membuat seseorang yang belum percaya diri menjadi percaya diri. Percaya deh! Tapi jangan percaya saya. Sekali Anda percaya saya, Dosa Anda tidak terampuni alias Musyrik...hehehe...lebih baik percaya pada Tuhan!.

Bedanya dengan penonton sepak bola, mereka hanya dapat melihat kekurangan pemain tanpa dapat memperbaikinya alias Cuma teriak-teriak hingga suara serak dan bisa-bisa tenggorokan tersedak.

Dengan teknik ini, Anda dapat menjadi penonton sekaligus pemain. Penonton yang bersorak sorasi tanpa beban den mengomentari permainan dan pemain yang selalu mendedikasikan dirinya bagi penonton untuk menyajikan permainan-permainan indah. Hebatnya jika ada koreksi dari penonton, sang pemain dapat langsung memperbaiki dengan ikhlas tentunya, karena penonton dan pemain orangnya ya itu-itu juga.

Kalau sudah paham, mari kita lanjut ke permainannya.

Pertama, silakan pilih satu situasi ketika anda kurang PD alias Percaya Diri. Misalnya ketika harus berbicara didepan umum. Lutut gemetar, keringat bercucuran besar-besar, bibir terkunci dan mata terpatri hanya melihat kearah kaki. Suara serak, tangan tak bisa bergerak. Pandangan berkunang-kunang sepertinya tekanan darah berkurang. Rasakan sekali lagi situasinya. Tentu Anda masih dapat melihat dengan jelas apa yang ada disana. Orang-orang dan benda-benda disekitarnya dengan warna-warna yang sangat jelas, juga tentu Anda masih dapat mendengar suara-suara pada kejadian itu. Jelas dan jernih sekali. Seperti memutar sebuah film, Anda dapat menyaksikan kembali kejadian dari awal hingga akhir.

Langkah berikutnya, silakan Anda “keluar” dari diri Anda...Sekarang! Biarkan situasinya dalam kondisi “pause” beku tidak bergerak dan cari lah tempat yang aman untk menonton. Mungkin dari jarak yang agak jauh itu lebih baik. Putar lagi Filmnya dan perhatikan. Lihat dengar dan rasakan, apa yang membuat Anda tidak PD saat itu. Bisa jadi cara bicara Anda atau mungkin pemilihan kata-katanya, bahkan pengetahuan yang pada saat itu belum memadai, atau pakaian Anda, mungkin cara duduk dan postur tubuh Anda yang harus diperbaiki, dan sebagainya. Catat dengan cermat sehingga Anda dengan mudah mencari jawabannya.

Kini saatnya mencari jawaban. Jika pada saat itu situasinya berbeda dari saat ini, jika saat itu Anda masih kekurangan sumberdaya dan saat ini sudah cukup dengan pelatihan-pelatihan dan lokakarya, maka dengan mudah Anda dapat memperbaiki alias sebagai penonton Anda dapat berkomentar terhadap apa yang baru saja Anda tonton. Namun jika Anda belum mendapatkan jawabannya dari dalam diri Anda sendiri, silakan cari dari orang yang Anda tahu memiliki kemampuan dalam mengatasi situasi ini. Putar filmnya bagaimana ia melakukannya. Setelah mengulang-ulangnya beberapa kali, masuklah dalam tubuh orang itu dan ikutlah bergerak den bertindak seperti orang itu melakukannya. Setelah Anda mahir. Stop dan keluarlah dari tubuh orang itu. Anda telah mendapatkan sumberdaya baru.

Putar lagi film pertama Anda. Perhatikan sekali lagi. Bagus! Siap memutar lagi filmnya saat ini dengan perubahan skenario sesuai sumberdaya yang baru. Jadilah sutradaranya. Dengan begitu Anda tetap dapat melihat secara keseluruhan dan dengan bebas dapat berkomentar. Ulangi sampai setiap adegan berjalan sangat baik. Jika sudah, silakan lanjut ke tahap selanjutnya.

Sang bintang siap beraksi. Sebagai sutradara, sudah sepantasnya Anda memainkan film Anda sendiri, seperti Jackie Chan yang dapat melihat keseluruhan adegan dan sekaligus membintanginya, di Indonesia seperti Deddy Mizwar dalam film-filmnya. Mainkan berulang-ulang sampai Anda merasa puas.

Nikmati film Anda, sekarang bagaimana rasanya. Saya yakin dengan ini Anda menjadi semakin percaya diri. Setelah itu, Anda dapat melakukannya secara nyata dalam kehidupan sehari hari.

Kepercayaan diri adaah bagai mana kita mempercayai diri sendiri. Percaya diri sendiri setelah kita menyadari bahwa kita penuh dengan sumberdaya yang dibutuhkan. Jika saat ini masih kekurangan, cari lah. Dengan mudah Anda dapat langsung meng”ambil”nya dari orang yang Anda kenal. Jika masih cukup waktu Anda dapat menambahkannya dari buku-buku.

Beberapa waktu lalu ketika sedang dirumah menikmati waktu bersama keluarga dan saya sedang berperan sebagai petugas dapur yang sedang membersih perabotan makan, alias NyuPir...Nyuci Piring...Anak saya sekonyong-konyong berujar,

“Pak, temen Irfan lebih kaya lho dari kita.”

Sambil melanjutkan cucian ditangan dan belum sempat menjawab, istri saya menimpali, “Fan, berapa banyak buku yang sudah dia baca?”

“Kekayaan yang Kamu maksud tadi bisa rusak dan hancur, tetapi pengetahuanmu akan menjadi keterampilan yang bermanfaat dan itulah kekayaan yang sebenarnya.”

Wah...senang saya mendengarnya, dan memang itu juga yang saya pikirkan namun istri saya dengan cepat merangkainya menjadi kalimat yang apik dan menawarkan anak saya jawaban yang penuh dengan sumberdaya.

Saya belajar dari Anak saya karena ia begitu Percaya Diri.